Dalam kekudusan Jumat dini hari
Aku kembali menenggelamkan diri dalam mimpi bertemu pria tua berjenggot putih.
Nikmatnya
Senikmat beberapa teguk anggur merah
Senikmat menyetubuhi perawan merengkuh orgasme bersama
Ah, dia datang lagi
Bersama kedatanganku di ruang sempit di tengah bumi gersang
Menghardik hening malam, menikam bintang kelam
Kembali kuterdiam, dalam lamunan penyesalan
Kembali kuterjungkal, tersandung kerikil keimanan
Terjerembab aku dalam kubangan nafsu
Tertegun menatap diri dalam banyu
Aku, diam, mati
Aku, diam, mati
Aku, diam, mati
Aku, diam, mati
Namun kembali aku bertanya
Apakah diam berarti mati?
Apakah mati berarti diam?
Apa yang mati ketika aku terdiam?
Apa yang diam ketika aku mati?
Kembali ku tertegun menatap diri dalam banyu
Kembali ku nikmati rayuan nafsu
Anjing!
Bangsat-bangsat itu entah ke mana
Pergikah? Matikah?
Kembali ku terhempas
Sendiri, sepi, dalam keheningan semu
Kembali dia yang kujadikan pelampiasan
Anjiiiiiiiiiiiiiiiiiiiinnnnnnnnnggggggggg!!!!
Laknat sekali kau anjing,
sehingga selalu saja kau kusebut
Kusebut ketika ku marah
Ketika ku kesal
Apakah surga memang ada di bawah telapak kakimu anjing?
Seperti apa yang aku baca pagi ini
Sepertinya iya.
Peduli anjing lah
Ya, anjing tetaplah anjing
Mereka tidak mungkin jadi manusia
Tapi manusia, pastinya bisa jadi anjing