Kau hanyalah secarik kertas kusam penuh guratan pena yang takkan pernah indah dipandang mata
Kau hanyalah segenggam pecahan kaca yang tak lagi mampu memantulkan indahnya dunia
Kau hanyalah pesakitan dalam sel isolasi yang telah menyatu dengan sunyinya kegelapan
Kau hanyalah paria yang bermimpi menjadi seorang brahmana
Namun kau elok bagai senyuman tulus seorang nenek renta ompong yang kau temui malam itu.
Dan aku merindukan malam,
merindukan dinginnya merasuk kalbu.
Dan aku haus tetesan embun dari kabut semalam
yang menyejukkan kembali hasrat akan dunia
Dan aku merindukanmu wahai api kehidupan
yang merangkai malam dengan siang
yang merajut hati dengan pikiran
Salam,
dari balik rintik hujan
(Situ Bungur, Pk 10.48 WIB – 06 Maret 2010)
Merapat ke sudut kekelaman malam menyingkap kabut yang mengaburkan pandang akan sebuah perwujudan
Perwujudan akan harap, cita, dan impian
Impian akan jalinan erat dua makhluk berbeda peran dalam lingkup cintaNya
Wahai engkau sang makhluk pemilik sebentuk kecil keindahanNya
Wahai engkau yang selayak embun di keringnya siang
Wahai engkau sang api kehidupan
Masihkah engkau pancarkan pijar merefleksikan keindahan yang menyejukkan?
(Situ Bungur, Pk. 00.34 WIB – 06 Maret 2010)