Monthly Archives: April 2009

Ajaran Pendidikan Samin Surosentiko (4)

Pendidikan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Hubungan manusia dengan alam lingkungan di masyarakat Samin terjalin sangat akrab dan dekat. Hal ini disebabkan rutinitas kehidupannya adalah sebagai petani sehingga kedekatan dengan alam tidak dapat terpisahkan. Baginya, pekerjaan yang paling mulia dan sesuai dengan kondisi mereka adalah sebagai seorang petani.
Dalam pengelolaan hasil panen yang diperoleh, mereka membiasakan membagi menjadi empat bagian yang sama besar. Bagian pertama disediakan untuk bibit pada masa tanam berikutnya. Kedua, untuk pangan, yaitu bagian yang disediakan untuk kebutuhan makan setiap hari. Ketiga, untuk sandang, yaitu bagian yang disediakan untuk keperluan membeli pakaian dan sejenisnya. Keempat, ialah untuk upah, yaitu bagian yang disediakan untuk penggarapan sawah atau ladang dan ongkos menuai atau panen. (Hasan Anwar, 1979). Khusus bagian yang disediakan untuk bibit, dalam keadaan yang bagaimanapun, bagian ini tidak boleh dikurangi. Sebab apabila bagian ini dikurangi untuk menutup keperluan lain, maka sudah pasti mereka akan kesulitan untuk melakukan penanaman di musim tanam yang akan datang. Dalam hal ini, ada semacam tuntutan untuk melestarikan lingkungan secara berkelanjutan.

Kepercayaan terhadap ‘karma’ menjadikan kehati-hatiannya dalam menjalani kehidupan. Adanya kepercayaan ini ditunjukkan dalam ungkapan “Sopo kang nandur mesti bakal ngunduh, ora ono nandur pari thukul jagung, nandur pari mesti ngunduh pari” (siapa yang menanam pasti akan memanen, tidak ada seorang pun yang menanam padi akan menuai jagung, siapa saja menanam padi pasti akan menghasilkan padi). (Hasan Anwar, 1979). Barang siapa yang menanam kebaikan, maka disuatu saat nanti ia akan menuai hasil kebaikannya. Sebaliknya, barang siapa yang menanam benih-benih kejelekan, maka tentunya ia sendiri yang akan menuai kejelekan itu di suatu saat nanti.

Terjerat dalam Ruang Vakum

Diam, hening, dengan lantunan J.A.V yang menenangkan
Aku terjerat dalam ruang vakum
Kuterdiam dan termenung

Namun apa yang kurasa berbeda
Aku merdeka, aku bebas
Aku begitu tenangnya
Aku begitu damainya
Setelah kubunuh diriku
Setelah kubunuh sisi jahatku

Monday, January 5, 2009 at 10:51am

Ruang Merdeka?

Nama tempatkah? Sebuah Komunitaskah? Atau Gerakan Progresif Revolusioner menuju Merdeka 100% sebagaimana dicita-citakan Tan Malaka?

Saya memaknai Ruang Merdeka sebagai ruang di mana kita dapat melakukan apapun tanpa takut akan rasa bersalah, hujatan, bahkan penghakiman. Ruang Merdeka adalah ruang kreatifitas yang dilakukan dengan kesadaran penuh dan penuh tanggung jawab.

Dan saya rasa kawan-kawan memiliki Ruang Merdeka masing-masing.